KAMI mengadakan deklarasi 18 agustus lalu dan akan membuat acara serupa di daerah. Namun sayangnya kemunculan kumpulan ini ditolak oleh masyarakat. Mereka merasa KAMI hanya bisa memaki tanpa memberi solusi pasti. Masyarakat juga tak ingin kedamaian dirusak oleh kehadiran kelompok ini.
Din Syamsudin cs berkoar-koar dalam deklarasi KAMI yang digelar agustus lalu. Dalam kesempatan itu, ia menuntut agar Indonesia diselamatkan. KAMI juga membacakan 10 maklumat dan 8 tuntutan yang intinya meminta pemerintah untuk serius dalam menangani berbagai permasalahan di Indonesia. Seperti krisis ekonomi dan penanganan pandemi corona.
Namun dalam acara deklarasi itu muncul penolakan dari masyarakat. Mereka juga menamakan kelompoknya dengan sebutan KAMI, yang merupakan kepanjangan dari kesatuan aksi milenial Indonesia. Demo ini berlangsung karena mereka menganggap KAMI versi Din cs mengganggu pemerintah dan seharusnya mereka ikut membantu selamatkan Indonesia.
Penolakan serupa terjadi ketika diadakan deklarasi KAMI wilayah Jawa Barat. Di Bandung, sejumlah massa berunjuk rasa di depan sebuah hotel ternama. Mereka menolak deklarasi KAMI yang akan dadakan di sana, karena dikhawatirkan akan jadi klaster corona baru. Aksi serupa juga diadakan di depan Gedung Sate dan juga di depan Polrestabes Bandung.
Menurut Adi Mulyadi, koordinator demo, aksi penolakan ini terjadi karena rasa cinta kepada bumi parahyangan. Jadi jangan sampai ada acara di Kota Bandung yang berpotensi menyebarkan virus covid-19. Walau diadakan di hotel ternama, namun belum tentu semua pengisi acara dan anggota KAMI menaati protokol kesehatan seperti memakai masker.
Terjadinya penolakan atas deklarasi KAMI di 2 tempat menunjukkan bahwa masyarakat tidak peduli terhadap ancaman mereka. Jika Rocky Gerung cs menuntut pemerintah harus menyelamatkan Indonesia tapi hanya bisa berkoar-koar, maka dianggap hanya jual omongan. Karena rakyat sudah lelah dengan janji dan caci maki, mereka hanya butuh bukti.
Masyarakat juga mulai antipati dengan KAMI karena tidak menghormat masa pandemi covd-19 dengan mengadakan acara di tempat umum. Mereka dianggap tak punya empati dan hanya mengutamakan ego. Selain itu, acara deklarasi dianggap jadi ajang show off agar popularitas pada tokoh tua itu naik kembali, setelah sebelumnya tenggelam dihantam waktu.
Penolakan jangan hanya dilihat sebagai bentuk perlawanan rakyat jelata. Namun harus jadi bahan evaluasi. Jangan malah menyalahkan masyarakat yang menolak keberadaan KAMI. Tanyakan kepada hati nurani, mengapa sampai ada rakyat yang tidak suka terhadap koalisi ini? Setelah itu baru cari solusi, jangan malah saling menyalahkan.
Anggota KAMI bisa beraudensi dengan para pendemo agar menemukan titik temu. Jadi mereka sadar bahwa acara deklarasi di daerah berbahaya, karena bisa memunculkan klaster corona baru. Saat diberi masukan, jangan marah. Namun harus sadar bahwa dalam masa pandemi, tak bisa sembarangan mengadakan acara yang dihadiri banyak orang.
Jika KAMI ingin mendapat simpati masyarakat dan benar-benar menyelamatkan Indonesia, maka jangan hanya menampilkan pepesan kosong. Namun buktikan dengan perbuatan. Jangan hanya menuntut pemerintah, karena sebaga warga negara Indonesia yang baik juga bisa ikut menyelamatkan Indonesia. Ada berbagai cara agar kehidupan masyarakat lebih baik.
Para anggota KAMI bisa jadi relawan untuk menangani pasien corona di beberapa Rumah Sakit. Mereka juga bisa mendaftarkan diri untuk dijadikan sukarelawan dalam percobaan vaksin virus covid-19. Jadi proses penelitian vaksin bisa segera selesai dan semua rakyat Indonesia mendapat imunisasi. Apakah mereka benar-benar berani melakukannya? Rasanya tidak.
Deklarasi KAMI terus ditolak karena masyarakat sudah lelah dengan janji kosong mereka. Apa gunanya acara deklarasi jika yang ditampilkan hanya serangan dan hate speech kepada pemerintah? Jika KAMI masih nekat mengadakan deklarasi di kota lain, maka masyarakat juga bereaksi keras dan menolaknya, karena dianggap hanya menjual bualan.
*) Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini
(bx/wid/yes/JPR)
Post a Comment