portalnawacita.com – Pemerintah melalui Kemendagri akhirnya tuntas meresmikan daerah otonom ke-6 di Papua yakni Papua Barat Daya menjadi provinsi ke-38 di Indonesia. Pengumuman peresmian tersebut sekaligus menjadi momentum pelantikan pejabat Gubernur Papua Barat Daya, Muhammad Musaád bertempat di Gedung Kementerian Dalam Negeri Jakarta. Dalam sambutannya, Mendagri Tito Karnavian menjelaskan bahwa dipilihnya Musaád sebagai penjabat Gubernur Papua Barat Daya telah melalui mekanisme usulan dan sidang tim penilai akhir yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo.
Sejenak kilas balik terkait pembagian provinsi di Papua dimulai ketika tahun 2003 wilayah bumi cenderawasih dimekarkan menjadi dua provinsi dengan munculnya Provinsi Papua Barat melalui instruksi Presiden No.1/2003. Hampir dua dekade kemudian tepatnya pada Juni 2022 tiga provinsi baru dibentuk yaitu Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Selatan, yang para penjabat gubernurnya dilantik pada 11 November lalu. Kemudian DPR mengesahkan UU Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya pada 17 November. Secara tegas, Mendagri juga menyatakan bahwa peresmian Provinsi Papua Barat Daya dapat mempercepat pembangunan Papua dan juga mensejahterakan masyarakat terutama orang asli Papua. Dirinya berharap dengan hadirnya Provinsi Papua Barat Daya dapat mempersingkat birokrasi di tengah medan geografi Papua yang tidak mudah serta persebaran yang sangat tinggi.
Penilaian Aktivis bahwa Kebijakan Pemekaran Abaikan Orang Asli Papua
Upaya pemerintah untuk memajukan Papua melalui kebijakan pemekaran ternyata masih mendatangkan kritik dari sejumlah pihak. Direktur Lembaga Penelitian Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Warinussy menyatakan bahwa pemekaran provinsi di tanah Papua tidak berdasarkan kebutuhan orang asli Papua (OAP) sebagai salah satu subjek hukum penting. Kemudian Aktivis Papua Merdeka, Oktovianus Mote menyatakan bahwa pemerintah sejak tahun 1963 telah mencari cara memusnahkan OAP dan mengklaim tanah Papua sebagai milik Indonesia. Melalui pembentukan provinsi baru disebut akan mendorong masuknya orang non-Papua dalam jumlah besar sehingga pada gilirannya orang asli akan habis.
Sementara itu, Kepala Kantor Perwakilan Komnas HAM Papua, Frits Ramandey menyatakan bahwa pihaknya meminta pemerintah di daerah otonomi baru (DOB) agar memperhatikan hak masyarakat asli/ pribumi Papua sesuai nilai-nilai dan prinsip HAM. Pernyataan tersebut disampaikan pada peringatan hari HAM sedunia 10 Desember. Dalam kesempatan tersebut pihaknya juga menyerukan agar kekerasan terhadap anak-anak di Papua dihentikan termasuk oknum anggota TNI yang terlibat harus dimintai pertanggungjawaban sesuai mekanisme hukum formal yang berlaku.
Mengulas Kembali Tujuan Kebijakan Pemekaran Papua
Dari sejak awal sosialisasi dan penjaringan aspirasi terkait kebijakan pemekaran di Papua, telah banyak pihak yang menjadi perpanjangan pemerintah turut menyatakan tujuan dari kebijakan tersebut dalam beragam bidang secara tegas dengan memberikan literasi hingga antisipasi adanya pihak-pihak yang sengaja memperkeruh situasi dengan opini yang tak bisa dipertanggungjawabkan.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam sebuah kesempatan pernah menyatakan bahwa pemekaran provinsi di Papua bertujuan mensejahterakan masyarakat Papua. Pemekaran bisa membuat pelayanan publik lebih dekat menjangkau masyarakat. Adanya sebagian masyarakat yang menolak pemekaran tak mencerminkan suara mayoritas. Secara umum masyarakat Papua mendukung kebijakan pemekaran DOB. Hadirnya provinsi baru bisa memberi dampak positif pada penyelenggaraan pemerintahan maupun pembangunan di Tanah Papua. Selain itu, rentang kendali yang selama ini menjadi masalah klasik bisa lebih mudah terjangkau. Masyarakat di daerah pemekaran bisa lebih berkembang di semua sektor, mulai ekonomi, infrastruktur dan tentunya sumber daya manusia.
Saat ini pemerintah terus berupaya untuk membebaskan Papua dari ketersulitan ekonomi dan gangguan keamanan sebagai akar masalah yang masih belum terselesaikan, salah satunya dengan pemekaran wilayah. Tujuannya tentu agar benar-benar memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat Papua. Secara deskriptif, manfaat dari adanya pemekaran wilayah di Papua ini sama-sama bisa dirasakan dengan jelas dan lengkap. Apabila merujuk pada tujuan awal disahkannya UU DOB yang diungkapkan oleh beberapa tokoh Negara, keberlanjutan program yang telah disahkan oleh pemerintah harus diyakini sebagai langkah yang baik dan positif untuk kemajuan bangsa Indonesia secara umum, dan secara khusus untuk kemajuan masyarakat Papua.
Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Dinas Komuniasi dan Informatika Provinsi Papua, Jeri Yudianto. Menurutnya, dengan diresmikannya provinsi baru merupakan tonggak sejarah sebagai keberlanjutan pembangunan yang ada di Bumi Cenderawasih. Tujuan mulia pembentukan DOB ini adalah agar pelayanan pemerintahan dan pembangunan lebih efektif untuk kesejahteraan masyarakat di dalamnya secara khusus OAP. Dirinya kemudian mengajak tokoh adat, masyarakat, dan agama, serta perempuan dan pemuda untuk bergandengan tangan dalam menjaga kondusivitas daerah demi kelancaran pembangunan dan pemerintahan pada provinsi baru tersebut.
Kebijakan DOB Takkan Hilangkan Peran Orang Asli Papua
Tak hanya kali ini saja, ihwal perpecahan sikap berkaitan dengan respon kebijakan DOB terpantau sudah menjalar hingga di jajaran pejabat daerah. Sejumlah pejabat yang tergabung dalam asosiasi menyatakan sikap mendukung, namun beberapa pejabat secara pribadi maupun berusaha mengatasnamakan lembaga yang diembannya justru menyatakan sikap penolakan. Sikap tersebut sebagian didasarkan pada sebuah ketakutan. Ketakutan akan sebuah kekuasaan yang bergeser hingga isu hilangnya peran OAP yang kental dihembuskan pihak oposisi maupun kelompok separatis untuk mempengaruhi publik. Secara tak langsug, OAP sengaja dibenturkan dengan masyarakat pendatang yang dinilai bakal menguasai wilayah pemekaran baru nantinya.
Salah satu pejabat yang konsisten untuk mendukung DOB sekaligus turut menjawab kekhawatiran akan sebuah isu hilangnya peran OAP muncul dari Bupati Puncak, Willem Wandik. Menurutnya perubahan kewilayahan atau pemekaran DOB di Provinsi Papua adalah anugerah Tuhan yang luar biasa, berkat yang luar biasa. Kehadirannya bukan menghilangkan orang Papua, namun hanya memisahkan secara administrasi. Pemekaran Papua pada dasarnya bermanfaat terlebih untuk OAP, mulai dari membuka lapangan pekerjaan hingga pembangunan infrastruktur. Konsekuensi adanya pemekaran provinsi, maka akan ada kepala daerah, gubernur dan wakil gubernur untuk OAP. Hal tersebut tertuang dalam UU Otsus, dimana kepala daerah tingkat provinsi dipimpin oleh OAP. Kemudian, wilayah pemekaran tentunya juga membutuhkan banyak Aparatur Sipil Negara (ASN) yang akan bekerja pada sejumlah instansi. Disinilah peran anak-anak muda Papua menjadi ujung tombak bagi masa depan wilayah kebanggaannya. Kemudian dari sisi bidang pekerjaan lain, seperti politik, dimana akan ada anggota DPR Provinsi, kabupaten, dan kota. Termasuk di bidang jasa atau wirausaha dan lain sebagainya akan terbuka lebar. Diperkirakan, secara ekonomi dipastikan akan tumbuh seiring dengan adanya pelaksanaan pemekaran wilayah.
Adanya ketakutan dari sejumlah pihak bahwa risiko kebijakan DOB memunculkan banyaknya masyarakat pendatang yang masuk dan hidup di Papua, menjadi hal yang tak bisa dihindari. Kondisi tersebut menjadi konsekuensi sekaligus dinamika dalam negara atau daerah berkembang. Salah satu contohnya negara Amerika. Warga aslinya sudah sangat sedikit dan banyak orang dari luar datang kemudian membawa banyak keuntungan. Sama dengan di Papua, OAP sudah sedikit, lalu isu DOB gencar. Namun, suka dan tak suka salah satu konsekuensi kehidupan bernegara adalah adanya proses asimilasi hingga cross culture. DOB adalah anugerah serta hasil doa bersama yang dijawab oleh Tuhan.
Post a Comment