Pemerintah mempunyai kewajiban menyediakan infrastruktur untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Namun disayangkan porsi investasi di APBN untuk pembangunan infrastruktur dalam 10 tahun belakangan ini relatif kecil, sedangkan investasi di bidang infrastruktur membutuhkan dana yang tidak sedikit dan mempunyai risiko yang tinggi. Oleh karena itu upaya yang dilakukan Pemerintah yang diharapkan dapat membantu menyediakan pendanaan infrastruktur dan untuk mengejar ketinggalan pembangunan infrastruktur adalah melalui Kerja sama Pemerintah dan Swasta (KPS).
Demikian disampaikan Rahayu Puspasari, Tenaga Pengkaji Restrukturisasi Privatisasi Efektifitas Kekayaan Negara Dipisahkan (RPEKND) yang mewakili Direktur Jenderal Kekayaan Negara saaat menyampaikan Keynote Speech di ballroom Hotel Hyatt Regency Yogyakarta (18/9) dalam acara Diskusi Alternatif Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur Daerah. Acara yang diinisasi oleh Kementerian Keuangan Cq. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dan PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) ini berlangsung dari tanggal 18 sampai dengan 19 September dihadiri oleh 15 perwakilan Pemerintah Daerah se-Jawa dan se-Sumatera serta perwakilan dari kalangan akademisi
Wanita Lulusan program doctoral Curtin University of Technology, Australia ini menyampaikan bahwa melalui KPS ini Pemerintah mengundang para investor untuk terlibat langsung dalam pembangunan infrastruktur dimana Negara tetap ikut berpartisipasi dalam berjalannya suatu proyek, adanya pembagian risiko "risk sharing”, kepastian hukum dan regulasi yang dapat melindungi kepentingan investor maupun Pemerintah.
Dengan kemajuan pembangunan infrastruktur, diharapkan Negara yang berpenduduk dua ratus lima puluh juta jiwa ini dapat melayani masyarakatnya dengan baik dan dapat meningkatkan standar kehidupan masyarakat, tegas Puspa saat menutup keynote speech nya.
Acara dilanjutkan dengan diskusi panel yang menghadirkan pembicara Sinthya Roesly selaku Direktur Utama PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), Fredi Saragih selaku Kepala Pusat Pengelolaan Resiko Fiskal BKF dan Direktur Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) yang diwakili kembali oleh Rahayu Puspasari, Tenaga Pengkaji Restrukturisasi Privatisasi Efektifitas Kekayaan Negara Dipisahkan DJKN.
Wanita muda dan energik ini menyampaikan bahwa Indonesia perlu mendongkrak investasi infrastruktur dua hingga tiga kali lipat dari saat ini. Studi McKinsey yang baru dilakukan menunjukkan bahwa dalam periode 2015-2025, Indonesia perlu mendongkrak investasi infrastruktur 2-3 kali lipat dari saat ini yang hanya sekitar Rp200 triliun per tahun. Indonesia perlu mendongkrak investasi minimal sebesar Rp400 triliun per tahun untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 5-6 persen," tegas Puspa.(Foto/Penulis : Frengky/Iwan Victor Leoanrdo)
Post a Comment