Polda NTB mengantisipasi potensi gangguan dalam tahapan Pilkada Serentak 2024.
"Kami lakukan pemetaan potensi gangguan keamanan agar lebih siap menghadapi pilkada," kata Karoops Polda NTB Kombespol Abu Bakar Tertusi.
Salah satu potensi gangguan adalah meningkatnya aksi unjuk rasa. Apakah ini murni dari aspirasi masyarakat atau ada pihak yang menginisiasi, ini yang akan diantisipasi. Termasuk apakah ada indikasi kontestan politik yang menggerakkan aksi demo atau tidak.
"Kalau sekarang belum kami lihat (aksi unjuk rasa yang digerakkan aktor politik)," akunya.
Namun tidak menutup kemungkinan di tahap-tahap berikutnya, hal itu bisa terjadi.
Tidak hanya aksi unjuk rasa tetapi aksi anarkis lain yang tidak dibenarkan secara hukum bisa saja terjadi. Misalnya aksi pembakaran hingga pemblokiran jalan.
Berkaca dari Pemilu Februari 2024 lalu, dimana sejumlah TPS dibakar massa pendukung salah satu peserta pemilu di Kabupaten Bima. Ada juga aksi demo hingga pemblokiran jalan.
"Saat Pemilu 2019 saja agak tinggi resistensinya, padahal itu agak jauh. Apalagi pilkada ini memiliki kedekatan dengan masyarakat," kata dia.
Abu Bakar juga sempat menyinggung aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa di depan kantor gubernur NTB belum lama ini.
Aksi itu diwarnai penyerangan terhadap polisi. Sehingga enam orang mahasiswa sempat ditahan meski akhirnya dibebaskan dengan status wajib lapor.
Mahasiswa atau pun masyarakat dipersilakan melakukan aksi unjuk rasa. Mengingat hal tersebut diatur dalam undang-undang.
Namun, dalam proses unjuk rasa, ada aturan yang juga harus ditaati. Misalnya tidak merusak fasilitas publik, tidak melakukan pembakaran, pemblokiran jalan, hingga memprovokasi. Ketika aturan dilanggar para pengunjuk rasa, maka pihak keamanan akan mengambil tindakan tegas
Post a Comment