Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara
Barat (Kejati NTB) mengingatkan calon gubernur dan wakil gubernur untuk tidak
memanfaatkan tempat ibadah dalam ranah politik. Hal ini disampaikan setelah
munculnya informasi tentang rencana salah satu pasangan calon yang ingin
menjadikan Masjid Al-Ikhlas, yang berada di lingkungan Kejati NTB, sebagai
titik kumpul untuk pendaftaran ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Juru Bicara Kejati NTB, Efrien
Saputera, menyatakan bahwa kejaksaan tetap berpegang pada prinsip netralitas
dan tidak mengizinkan penggunaan fasilitas negara, termasuk masjid, untuk
kegiatan politik. Informasi tersebut mencuat dalam dua hari terakhir, dan
terdapat pamflet di media sosial yang mempromosikan kegiatan pendaftaran
pasangan calon, yaitu Dr. Zulkieflimansyah dan Moh. Suhaili Fadil Tohir, yang
dikenal sebagai Bang Zul dan Abah Uhel.
Kegiatan pendaftaran tersebut
direncanakan akan dimulai dengan berjalan dari Masjid Al-Ikhlas menuju kantor
KPU NTB yang terletak di Jalan Langko, Kota Mataram pada Rabu, 28 Agustus,
mulai pukul 13.00 Wita. Namun, Efrien menegaskan bahwa pihaknya tidak menerima
konfirmasi dari penyelenggara acara mengenai penggunaan fasilitas kejaksaan.
Menurut Efrien, aturan
mengenai kampanye Pemilu yang tertuang dalam UU Pemilu Pasal 280 ayat (1) serta
Peraturan KPU 20/2023 Pasal 72 ayat (1) dengan tegas melarang penggunaan tempat
ibadah, fasilitas pemerintah, dan tempat pendidikan untuk kegiatan politik.
Lebih jauh, kampanye Pemilu juga dilarang dilakukan di gedung perwakilan
pemerintah di luar negeri.
Kejaksaan Agung RI telah memberikan instruksi kepada seluruh satuan kerja kejaksaan, termasuk Kejati NTB, untuk menjaga sikap netral dalam pelaksanaan pemilu dan pemilihan kepala daerah. Efrien menyampaikan bahwa Kejati NTB telah resmi menyampaikan larangan tersebut kepada pihak penyelenggara, agar tidak mengadakan kegiatan politik di area kantor kejaksaan. Dia menekankan bahwa lembaga pemerintah memiliki kewajiban untuk tetap netral dalam proses demokrasi.
Post a Comment