Sinergi Ekonomi Pancasila dan Ekonomi Syariah Menuju Indonesia Emas 2045

 

Menuju tahun 2045, ketika Indonesia akan merayakan 100 tahun kemerdekaannya, visi Indonesia Emas 2045 telah menjadi tujuan utama bagi bangsa ini. Untuk mencapai visi tersebut, diperlukan landasan ekonomi yang kuat, inklusif, dan berkeadilan sosial. Dua konsep yang sering dibicarakan dalam konteks ini adalah Ekonomi Pancasila dan Ekonomi Syariah. Keduanya menawarkan kerangka kerja yang dapat membangun perekonomian nasional yang tangguh dan berkelanjutan.


Secara filosofis, Ekonomi Pancasila berakar pada nilai-nilai Pancasila yang merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara bukan hanya menjadi pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi juga dalam kehidupan ekonomi. Prinsip keadilan sosial yang tercantum dalam sila kelima menekankan pentingnya distribusi kekayaan yang adil dan pemerataan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila menekankan keseimbangan antara kepentingan individu dan kolektif, antara hak dan kewajiban, serta antara pembangunan ekonomi dan pemerataan sosial.


Di sisi lain, Ekonomi Syariah berlandaskan pada prinsip-prinsip ajaran Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk ekonomi. Prinsip-prinsip ini mencakup keadilan, kesetaraan, dan kesejahteraan, dengan tujuan utama mencapai Maqashid Syariah, yaitu pemeliharaan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. 


Dalam konteks ekonomi, prinsip ini menekankan pada distribusi kekayaan yang adil, pelarangan riba, serta dorongan untuk investasi yang produktif dan berkelanjutan.


Seorang dokter terkenal telah menemukan metode menghilangkan rasa sakit pada lutut dan persendian

Ekonomi Syariah mulai dikenal di Indonesia dengan berdirinya Bank Muamalat pada tahun 1991, yang merupakan bank syariah pertama di Indonesia. Kemudian, penerapan dual banking system diresmikan dengan diundangkannya Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998, yang memungkinkan beroperasinya perbankan syariah dan konvensional secara bersamaan di Indonesia.


Ekonomi Pancasila dan Ekonomi Syariah, meskipun berakar pada landasan filosofis yang berbeda, memiliki banyak kesamaan tujuan dan prinsip. Keduanya dapat berjalan beriringan dalam menciptakan sistem ekonomi yang berkeadilan dan inklusif. 


Kedua sistem ini sama-sama menolak eksploitasi, mendorong pemerataan ekonomi, dan menekankan pentingnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dan prinsip-prinsip Ekonomi Syariah, Indonesia memiliki potensi besar untuk membangun sistem ekonomi yang tidak hanya kuat secara struktural tetapi juga berkeadilan sosial, yang pada akhirnya dapat mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.


Dalam artikel ini, akan dibahas mengenai konsep dasar Ekonomi Pancasila dan Ekonomi Syariah, serta bagaimana kedua konsep ini dapat berkontribusi terhadap pencapaian visi tersebut.


Ekonomi Pancasila: Landasan Ideologi dan Praksis


Ekonomi Pancasila merupakan konsep ekonomi yang berakar pada nilai-nilai Pancasila, ideologi dasar negara Indonesia. Konsep ini pertama kali digagas oleh Prof. Emil Salim pada tahun 1960-an dan dikembangkan lebih lanjut oleh Prof. Mubyarto. Ekonomi Pancasila menekankan keadilan sosial, gotong royong, dan kedaulatan ekonomi sebagai pilar utama. 


Tujuan dari Ekonomi Pancasila adalah untuk menciptakan kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia melalui pengaturan yang adil atas sumber daya ekonomi dan distribusi kekayaan. Dalam Ekonomi Pancasila, peran negara sangat dominan dalam mengatur perekonomian, memastikan bahwa setiap warga negara mendapatkan haknya sesuai dengan sila kelima Pancasila: "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia."


Ekonomi Pancasila juga menempatkan koperasi dan usaha kecil menengah (UKM) sebagai tulang punggung perekonomian nasional, dengan prinsip gotong royong dan kerjasama sebagai dasar operasionalnya. Sistem ini bertujuan untuk mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi, serta menghindari monopoli yang bisa merugikan rakyat kecil. 


Data menunjukkan bahwa pada tahun 2023, terdapat lebih dari 123.000 koperasi aktif di Indonesia, dengan total anggota mencapai lebih dari 25 juta orang. Koperasi ini berkontribusi sekitar 5,1% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, menandakan pentingnya peran koperasi dalam perekonomian nasional (Kementerian Koperasi dan UKM, 2023).


Ekonomi Syariah: Prinsip dan Aplikasinya


Ekonomi Syariah, di sisi lain, adalah sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran Islam. Prinsip-prinsip utama dari Ekonomi Syariah mencakup larangan riba (bunga), gharar (ketidakpastian), dan maisir (spekulasi) dalam transaksi ekonomi. Sebaliknya, ekonomi ini mendorong prinsip bagi hasil, keadilan, dan keberlanjutan dalam semua kegiatan ekonomi. Ekonomi Syariah juga menekankan pada aspek moral dan etika dalam berbisnis, di mana setiap transaksi harus didasarkan pada kejujuran, transparansi, dan tidak merugikan pihak lain.


Selain itu, Ekonomi Syariah mendorong pemanfaatan instrumen-instrumen sosial seperti wakaf, zakat, dan sedekah sebagai cara untuk mencapai distribusi kekayaan yang adil dan mengurangi kesenjangan sosial. Wakaf, misalnya, dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti wakaf tanah, wakaf uang, dan wakaf produktif. 


Aset yang diwakafkan digunakan untuk kegiatan ekonomi yang menghasilkan keuntungan, yang kemudian dialokasikan untuk membiayai kegiatan sosial atau keagamaan, seperti pendidikan dan kesehatan. Dengan potensi wakaf yang sangat besar di Indonesia, perkiraan mencapai IDR 2.000 triliun, pemanfaatannya secara optimal dapat memberikan dampak signifikan dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.


Perkembangan sektor keuangan syariah di Indonesia sangat signifikan. Pada tahun 2023, total aset perbankan syariah mencapai IDR 700 triliun, dengan pangsa pasar mencapai 6,7% dari total aset perbankan nasional. Selain itu, Indonesia juga menjadi salah satu penerbit sukuk terbesar di dunia, dengan total penerbitan sukuk global mencapai USD 16,2 miliar pada tahun 2023 (OJK, 2023). Ini menunjukkan bahwa Ekonomi Syariah memiliki potensi besar untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan.


Harmonisasi Ekonomi Pancasila dan Ekonomi Syariah Menuju Indonesia Emas 2045


Untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045, harmonisasi antara Ekonomi Pancasila dan Ekonomi Syariah menjadi suatu keniscayaan. Kedua konsep ini memiliki kesamaan dalam hal tujuan, yaitu untuk menciptakan kesejahteraan yang berkeadilan dan inklusif bagi seluruh rakyat. Harmonisasi ini juga selaras dengan prinsip Maqashid Syariah, yang merupakan tujuan akhir dari penerapan hukum Islam, yaitu untuk menjaga lima hal mendasar: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.


Pada tataran praktik, harmonisasi ini dapat diwujudkan melalui beberapa langkah strategis berikut:


Penguatan Kelembagaan Koperasi dan UKM Berbasis Syariah: Koperasi dan UKM yang berperan sebagai tulang punggung perekonomian nasional dapat mengadopsi prinsip-prinsip syariah, seperti bagi hasil, untuk memastikan bahwa kegiatan ekonomi berjalan dengan transparan dan adil. Misalnya, koperasi-koperasi dapat mengimplementasikan sistem bagi hasil dalam pembagian keuntungan, yang tidak hanya adil tetapi juga sesuai dengan prinsip Syariah. Langkah ini dapat memperkuat peran koperasi dalam mendukung ekonomi rakyat dan mengurangi ketergantungan pada sistem perbankan konvensional.


Pengembangan Produk Keuangan Syariah untuk Infrastruktur dan Proyek Sosial: Penggunaan instrumen keuangan syariah seperti sukuk dan wakaf produktif dapat menjadi solusi pembiayaan untuk proyek infrastruktur yang mendukung pembangunan berkelanjutan sesuai dengan prinsip Ekonomi Pancasila.


 Misalnya, pemerintah dapat menerbitkan sukuk untuk membiayai proyek-proyek besar seperti pembangunan infrastruktur transportasi yang tidak hanya mendukung pertumbuhan ekonomi tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara luas. Wakaf produktif juga dapat diintegrasikan dengan program-program pembangunan desa, di mana hasil dari wakaf digunakan untuk memberdayakan masyarakat lokal melalui peningkatan akses terhadap pendidikan dan kesehatan.


Integrasi Program Zakat dengan Kebijakan Sosial Ekonomi Pemerintah: Zakat, sebagai salah satu pilar Ekonomi Syariah, dapat diintegrasikan dengan program-program sosial ekonomi pemerintah seperti bantuan sosial dan subsidi. Misalnya, pengumpulan dan distribusi zakat dapat dikelola secara sinergis dengan program bantuan sosial pemerintah untuk mempercepat pengentasan kemiskinan. Hal ini juga selaras dengan tujuan Ekonomi Pancasila untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Data dari BAZNAS menunjukkan bahwa potensi zakat yang besar dapat dimanfaatkan lebih optimal jika dikelola secara sinergis dengan kebijakan pemerintah, sehingga penyaluran zakat bisa lebih tepat sasaran dan efektif dalam mengurangi kesenjangan sosial.


Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah: Pendidikan dan literasi keuangan Syariah perlu ditingkatkan di kalangan masyarakat untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip Syariah dipahami dan diterima secara luas. Ini bisa dilakukan melalui kampanye nasional yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk lembaga pendidikan, perbankan Syariah, dan organisasi masyarakat. Dengan meningkatnya literasi keuangan Syariah, masyarakat akan lebih siap untuk berpartisipasi dalam ekonomi yang berbasis pada keadilan dan kesejahteraan, seperti yang diamanatkan oleh Ekonomi Pancasila dan Ekonomi Syariah.


Kolaborasi antara Pemerintah dan Lembaga Keuangan Syariah: Pemerintah dapat bekerja sama dengan lembaga keuangan Syariah untuk menciptakan produk-produk keuangan yang inovatif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Misalnya, pengembangan produk tabungan haji yang berbasis pada prinsip Syariah dapat dilakukan melalui kemitraan antara pemerintah dan bank-bank Syariah, yang akan membantu masyarakat menabung untuk ibadah haji dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama dan juga mendukung stabilitas ekonomi nasional.


Harmonisasi ini akan memastikan bahwa nilai-nilai keadilan sosial dan kesejahteraan yang diusung oleh Ekonomi Pancasila dan Ekonomi Syariah, yang juga tercermin dalam Maqashid Syariah, dapat diterapkan secara sinergis. Dengan data yang menunjukkan kontribusi signifikan dari sektor koperasi, UKM, dan keuangan Syariah terhadap perekonomian nasional, harmonisasi ini menjadi langkah strategis untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.


Tantangan dan Peluang


Namun, tantangan utama dalam harmonisasi ini adalah harmonisasi regulasi dan kebijakan antara kedua sistem ekonomi ini. Diperlukan kebijakan yang komprehensif dan koordinasi yang kuat antar lembaga pemerintah untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip dasar dari kedua konsep ini dapat diterapkan secara sinergis. 


Selain itu, literasi keuangan dan ekonomi Syariah perlu ditingkatkan di kalangan masyarakat untuk memastikan bahwa implementasi konsep ini dapat berjalan dengan baik dan diterima oleh semua pihak.


Peluang besar terbuka dengan adanya sinergi antara Ekonomi Pancasila dan Ekonomi Syariah. Keduanya dapat saling melengkapi dalam menciptakan ekonomi yang lebih berkeadilan, berkelanjutan, dan berdaya saing. Dengan dukungan dari seluruh elemen bangsa, harmonisasi ini dapat menjadi pilar utama dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Data dan fakta yang ada menunjukkan bahwa dengan pengelolaan yang tepat, Indonesia dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan, sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila dan Syariah.


Kesimpulan


Ekonomi Pancasila dan Ekonomi Syariah, dengan prinsip-prinsip keadilan sosial dan kesejahteraan, menawarkan fondasi yang kuat bagi pembangunan ekonomi Indonesia menuju 2045. Harmonisasi antara kedua konsep ini, didukung oleh data yang menunjukkan kontribusi signifikan dari sektor-sektor strategis, menjadi keniscayaan untuk mencapai perekonomian yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045. Tantangan dalam implementasi harus diatasi dengan kebijakan yang tepat dan pendidikan yang kuat, sehingga tujuan besar ini dapat tercapai dengan baik.


Share this:

Post a Comment

 
Copyright © infontbnow. Designed by OddThemes